Pada zaman dahulu tahu
n
± 1500 M kerajaan Pagar Ruyung masih memeluk agama Hindu pada masa Raja
Paku Alam II. Kerajaan Pagar Ruyung adalah kerajaan Minang Kabau yang
terbesar dan terkenal pada masanya.

Pada suatu masa datanglah
penyiar agama Islam ke tanah Pagar Ruyung dari Persia yang bernama Syech
Burhanudin. Agama Islam yang dibawa oleh Syech Burhanudin awalnya
ditolak oleh pihak kerajaan dan masyarakat tetapi Syech Burhanudin
selalu melakukan pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat Minang Kabau
baik penetrasi melalui budaya lokal maupun rumah kerumah. Syech
Burhanudin menyebarkan agama Islam tidak sendiri tetapi dia dibantu oleh
murid-muridnya, Malin nan Putiah merupakan murid Syech Burhanudin salah
satu yang-cukup terkenal.
Dalam adat
Minang Kabau istri Raja atau Permaisuri disebut dengan Bundo Kanduang.
Adik kandung perempuan dari Bundo Kanduang bernama Bundo Panjago Adat
dan suami dari Bundo Panjago Adat bernama Datuak Panjago Nagori. Akibat
Bundo Kanduang tidak memiliki keturunan dengan Raja Paku Alam II maka
dia mengangkat anak dari anak Bundo Panjago Adat anak tersebut bernama
Siti Hasimah. Siti Hasimah dibesarkan dalam lingkungan relegius dan
adat-istiadat Minang Kabau, dia anak kesayangan dari Bundo Kanduang.
Siti
Hasimah mempunyai guru ngaji bernama Malin nan Putiah. Kemudian hari
Malin nan Putiah memperisitri Siti Hasimah, perkawinan tersebut
menghasilkan tiga orang keturunan atau Pangeran. Anak pertamanya diberi
nama Ahmad, anak kedua Syarif dan anak ketiga Ali. Siti Hasimah belajar
silat melalui mimpi, ini didapatkannya karena Penerapan Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan nilai-nilai relegius diamalkan
Siti Hasimah disertai rajin membaca kitab suci Al-Qur’an dan
melaksanakan ibadah Sholat wajib dan sholat malam. Siti Hasimah, dalam
sapaan kependekarannya bernama “Inyiak Simah atau Olang Bagegah”
mempunyai dua saudara kandung: Siti Fatimah dan Siti Halimah serta satu
orang saudara angkat: Ismail, bergelar Datuak Bolang.
Akibat
kekacauan yang terjadi didalam kerajaan Pagar Ruyuang maka Inyiak Simah
pergi merantau ke hilir daerah Minang Kabau untuk menyebarkan agama
Islam, tiga orang putranya dititipkannya dengan pamannya yaitu Datuak
Bolang sekaligus belajar ilmu beladiri/silat pada sang Datuak. Akhir
petualangan Inyiak Simah singgah disebuah negeri disalah satu didaerah
aliran Sungai Kuantan belum bernama, karena belum ada nama maka Inyiak
Simah memberi nama tersebut dengan nama ,
terinspirasi daerah asal orang tuanya, Pangian di Lintau. Dari sinilah
dikenal asal muasal nama Pangean dan silat Pangean yang dikenal ke
setiap penjuru negeri. Negeri itu berada diwilayah Kabupaten Kuantan
Singingi, Propinsi Riau.
Di negeri baru tersebut Inyiak Simah
menetap. Beberapa tahun Inyiak Simah merantau membuat Malin nan Putiah
gelisah, maka diutuslah Datuak Bolang serta ketiga anaknya untuk mencari
Inyiak Simah. Akhirnya Inyiak Simah bertemu dengan Datuak Bolang,
Ahmad, Syarif dan Ali di negeri Pangean. Di Pangean inilah Inyiak Simah
dan anak-anaknya menyusun kekuatan dan mengajarkan Silat Pangean.
Datuak
Malin nan Putiah akhirnya menyusul mencari Inyiak Simah dan
anak-anaknya dengan hilir kemelalui sungai Batang Kuantan, pencarian
Datuak Malin nan Putiah tak sia-sia, dia menemukan anak dan istrinya di
Pangean. Datuak Malin nan Putiah membujuk istrinya untuk pulang ke Pagar
Ruyung tetapi ditolak oleh istrinya karena sudah merasa kerasan dan
tentram hidup di daerah baru tersebut ( Pangean, red).
Pada
akhirnya terjadi pertengkaran antara Inyiak Simah dan Datuak Malin nan
Putiah, sebelum berkelahi mereka mengadakan perjanjian yaitu jika Inyiak
simah Kalah maka ia harus bersedia pulang ke Pagar Ruyung dan
sebaliknya.
Didalam perkelahian itu terucaplah beberapa petuah oleh Inyiak Simah:
‘’Somuik
bah iriang tah pijak indak mati alu tah aruang patah tigo, makan
abih-abih manyuruak hilang-hilang, ompek ganjial limo gonok.”
Makna
petuah diatas sangat dalam maknanya, memiliki nilai spritual dalam
silat Pangean. Akhirnya pertempuran itu dimenangkan oleh Inyiak Simah
hingga Malin nan Putiah akhirnya mengikuti keinginan Inyiak Simah
menetap di Pangean.
Dalam gelar kepandekaran Ahmad dikenal dengan
nama Pendekar Baromban Bosi, dia mengerti, memahami agama dan hukum
adat-istiadat. Syarif dikenal dengan nama pendekar dari Utara yang
menyebarkan Silat, agama Islam kearah Utara Pangean. Ali bergelar
Pendekar dari Selatan, kearah selatan Pangean.
Silat Pengean
Tanah Pangean sangat terkena
l
dengan persilatannya, Pangean tak asing bagi pesilat di Kuantan. Silat
Pangean diwariskan secara turun temurun. Silat Pangean diajarkan kepada
anak dan kemenakan.

Dalam gerakan, silat Pangean dikenal dengan
gerak lembut dan gemulai. Walau begitu setiap gerakan menyimpan efek
mematikan. Aliran silat Pangean terdiri dua jenis yaitu Pangean Bathino,
langsung diwariskan oleh Inyiak Simah dan Pangean jantan, diwariskan
Datuak Bolang. Pangean jantan gerakannya sedikit kasar dan dipergunakan
untuk perang atau pasukan terdepan dalam siasat perang adat Pangean,
terkadang Pangean Jantan ini banyak disalah gunakan oleh pesilat Pangean
ke arah kiri atau pada tabiat negatif. Sedangkan Pangean Bathino
gerakannya yang lemah gemulai dan lunak diperuntukan bagi
pangeran-pangeran kerajaan atau keturunan raja, aliran Pangean Bathino
ini dikenal dengan nama khas sebagai ilmu Pangean Kebathinan.
Jadi
Silat Pangean Jantan berasal dari Lintau yang diwariskan oleh Datuak
Bolang dan Pangean Bathino berasal dari Pangean salah satu daerah di
tepian batang Kuantan sebelah hilir, kini menjadi sebuah Kecamatan di
Kabupaten Kuantan Singingi - Propinsi Riau.
Kini, dalam mencapai
tujuan pengembangan silat dalam rangka melestarikan kebudayaan
masyarakat Pangean, Penghulu adat membuka laman silat di samping Mesjid
Koto Tinggi Pangean. Sebuah bukit di Pangean yang bernama Bukit Sangkar
Puyuh sekarang disebut Koto Tinggi Pangean. Nama bukit ini diambil dari
bentuknya yang memang seperti Sangkar Burung Puyuh. Di sini sebuah balai
adat didirikan.
Selain itu, dalam rangka pemerataan keterampilan
silat, para guru silat Pangean memberi izin untuk dibukanya laman silat
di masing-masing banjar (suku). Dalam penerapannya, silat Pangean
terdiri dari permainan dan pergelutan. Tarian silat sambut menyambut
serangan ini sering dimainkan di halaman. Hal ini berbeda dalam
pengajaran silat kepada murid tingkat atas yang dilakukan di rumah.
Silat didalam rumah ini yang disebut dengan Silat Pangean Kebathinan.
Seiring
berjalannya waktu silat Pangean mendapat perhatian yang luas. Tidak
hanya di rantau Kuantan, tapi mulai dikenal di Indragiri dan daerah Riau
lainnya. Bahkan pengaruh silat Pangean juga tumbuh diluar negeri
seperti di Negara Malaysia, Singapura dan Pathani Thailand.
0 komentar:
Posting Komentar