Suatu tradisi unik di provinsi Riau
selalu digelar diakhir bulan sya’ban, sebagai ungkapan kegembiraan dalam
menyambut datangnya bulan suci Romadhan. Acara ini mirip dengan lomba
dayung yang dilaksanakan pada event PON atau SEAGAMES, hanya saja ini
dilakukan antar Kabupaten yang ada di provinsi Riau. Nah bagaimana
tradisi ini dilakukan mari kita simak bersama.
DARI masa ke masa, tradisi pacu jalur
Batang Kuantan senantiasa mendapat perhatian yang luar biasa dari
segenap masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau dan
sekitarnya.
Ihwalnya, pada zaman penjajahan pemerintah kolonial Belanda atau sekitar 104 tahun silam, tradisi ini sudah menjadi event kolosal bagi masyarakat dalam menyambut musim panen. Rasa gembira atas kerberhasilan dalam bercocok tanam tersebut mereka apresiasikan ke dalam event lomba adu cepat mengarungi derasnya arus Sungai Kuantan dengan menggunakan jalur (sampan).
Ihwalnya, pada zaman penjajahan pemerintah kolonial Belanda atau sekitar 104 tahun silam, tradisi ini sudah menjadi event kolosal bagi masyarakat dalam menyambut musim panen. Rasa gembira atas kerberhasilan dalam bercocok tanam tersebut mereka apresiasikan ke dalam event lomba adu cepat mengarungi derasnya arus Sungai Kuantan dengan menggunakan jalur (sampan).
Pacu jalur merupakan sebuah produk seni
masyarakat Kuantan yang lahir dan berasal dari sebuah perpaduan unsur
seni ukir, musik, tari, olahraga. Tak kalah pentingnya ialah semangat
kebersamaan. Di sisi lain, pacu jalur oleh masyarakat Kuansing juga
diyakini memiliki kekuatan magis dan spiritual. Menariknya lagi, ada
sebuah kebiasaan turun-temurun saat gelaran pacu jalur berlangsung.
Ribuan masyarakat Kuansing yang merantau
ke luar daerah menyempatkan diri hadir untuk menyaksikan rangkaian helat
ini. Tidak itu saja, warga asli yang datang saat pacu jalur lebih
banyak daripada warga yang pulang saat Lebaran. Seiring bergulirnya
waktu, pacu jalur tradisional Kuansing telah menjadi event pariwisata
nasional juga menjadi event wisata unggulan bagi Pemprov Riau.
Pacu Jalur-Long Boat Race, Parade Budaya Anak Negeri dan Randai Kuantan itu digelar setiap 25-28 Agustus, di Tepian Narosa.
Rata-rata pengunjung yang menyaksikan
pesta rakyat tersebut mencapai 200 ribu orang per harinya. Dalam lima
tahun terakhir, peserta dalam ajang ini tidak hanya dari luar daerah
Kuansing seperti Jambi dan Sumatra Barat. Tim dari Malaysia, Brunei, dan
Singapura juga turut berlaga. Setiap jalur didayung oleh sekitar 40-60
orang.
Biasanya gelaran pesta rakyat ini dikemas
dalam satu paket rangkaian kegiatan. Di antaranya maelo jalur, pacu
jalur tradisional, pacu jalur mini yang dilanjutkan dengan wisata Sungai
Batang Kuantan dengan menggunakan perahu begand-uang, perahu kajang,
perahu berando. dan perahu gulang-gulang.
Tokoh masyarakat Kuansing Harmonise
mengatakan setiap jalur-sampan memiliki prosesi ritualisme sebelum
dipahat dalam bentuk seni ukir tradisional yang unik. Pengerjaan untuk
sebuah jalur bagi satu kaum (kampung) di Kuansing dilakukan secara
kolosaJ dengan penuh semangat.
Sejak beberapa tahun, pacu jalur telah
masuk kedalam kalender pariwisata nasional di Riau yang diadakan oleh
masyarakat Kuansing. Tidak hanya Pemkab Kuansing, Pemprov Riau juga
merasa sangat bertanggung jawab untuk melestarikan budaya rakyat yang
amat luhur sejak ratusan tahun tersebut.
Pembukaan kegiatan budaya pacu jalur yang
digelar masyarakat Kuantan Singingi berlangsung cukup meriah. Ribuan
masyarakat tumpah rumah memenuhi tribun dan tepian Narosa, Telukkuantan.
Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung
tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang
masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan
perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar
juga sering disebut jalur.
Upacara adat khas daerah Kuansing ini
diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia. Panjang perahu/jalur yang digunakan
dalam lomba ini berkisar antara 25—40 meter dengan jumlah atlet 40—60
orang tiap perahu. Biasanya, festival ini diikuti oleh ratusan perahu
dan melibatkan beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh ratusan
ribu penonton baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Konon, kegiatan lomba dayung ini merupakan warisan budaya masyarakat
Kuantan Singingi yang telah berlangsung sejak tahun 1900-an. Perahu atau
jalur, dahulu, sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai
sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi atau pun hasil hutan.
Kebiasaan menggunakan perahu inilah yang mungkin merupakan cikal bakal
kegiatan Pacu Jalur.
Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur
juga dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk memeringati serta
memeriahkan hari ulang tahun ratu mereka yang bernama Ratu Wilhelmina.
Namun, semenjak Indonesia merdeka, Pacu Jalur berangsur-angsur dijadikan
upacara khas untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Pada awalnya, kegiatan Pacu Jalur hanya
diikuti oleh segelintir masyarakat di sekitar daerah Kuantan Singingi.
Namun, dalam perkembangannya, kegiatan ini banyak mendapat perhatian dan
simpati dari berbagai kawasan, terutama daerah-daerah kawasan Riau dan
sekitarnya serta mancanegara. Oleh karena itu, saat ini festival Pacu
Jalur tidak hanya milik masyarakat Kuantan Singingi saja, melainkan
telah menjadi pesta rakyat milik masyarakat Riau dan kawasan sekitarnya.
Festival yang bernuasa tradisional ini telah ditetapkan masuk ke dalam
Kalender Pariwisata Nasional.
Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta
rakyat yang terbilang sangat meriah. Bagi para wisatawan yang berkunjung
ke acara ini dapat menyaksikan kemeriahan festival yang merupakan hasil
karya masyarakat Kuantan Singingi ini. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala
upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari
penghidupan selama setahun
0 komentar:
Posting Komentar